Saya masih teringat benar ketika SMP bahkan SMA pun sekolah saya mengadakan test IQ. Siapa yang memiliki skor IQ tinggi dia di cap sebagai si pintar. Ya begitulah pandangan umum di dunia psikologi dan pendidikan kala itu.
Semua anak dianggap sama, sehingga semua anak di didik dengan cara yang sama, mata pelajaran yang sama dan mungkin cita2 yang sama pula. Semua serba seragam itulah model pembelajaran Mono Intellegence. Howard Gardner mengemukakan teori yang berbeda. Dia melihat setiap anak adalah unik. Setiap anak (setiap orang) itu berbeda sehingga pendidikan dan pelatihan yang diberikan pun berbeda-beda pula. Perbedaan ini menyebabkan keahlian dan ketrampilan setiap anak pun berbeda. Setiap anak adalah cerdas pada bidangnya masing-masing, dan tidak ada anak yang cerdas pada semua bidang.
Adapun kecerdasan yang dimaksud Howard Gardner adalah:
Kecerdasan Verbal (Bahasa)
Kecerdasan Matematis / Logika
Kecerdasan Spasial / Visual
Kecerdasan Kinestetis / Jasmani
Kecerdasan Musikal
Kecerdasan Interpersonal
Kecerdaasan Intrapersonal
Kecerdasan Naturalis
Pembagian inilah yang disebut sebagai teori Multiple Intellegences (Kecerdasan Majemuk).
Semua orang memiliki kedelapan kecerdasan tersebut, hanya yang menonjollah yang berbeda-beda, itulah mengapa tidak semua orang suka matematika, tidak semua orang pandai matematika. Tidak semua orang suka dan bisa bermain musik, dst.
Sebagai orang tua, tentu kita harus jeli melihat posisi anak ada dimana? Memiliki kecerdasan yang menonjol dimana? Masing-masing anak dengan keragaman kecerdasannya yang berbeda-beda pun memiliki cara belajar yang berbeda pula. Alat penunjang belajarnya pun berbeda.
Untuk metode belajar dan alat penunjang belajar yang sesuai dengan jenis kecerdasan anak akan saya share di lain kesempatan.